Article Detail
Kepemimpinan Demokratis dalam Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah Atas
KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH ATAS:
SUATU ILLUSTRASI KEPEMIMPINAN DI SMA TARAKANITA GADING SERPONG
Oleh:
Yulita Rintyastini
1. Pengantar
Dinamika perkembangan kehidupan kegiatan belajar mengajar
di lembaga pendidikan, baik pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi pada saat ini
berpengaruh terhadap aspek kepemimpinan pada lembaga pendidikan
tersebut. Pendidikan tinggi misalnya,bagaikan suatu “pasar†yang penuh dengan
persaingan serta tuntutan dan permintaan masyarakat, terutama kebutuhan
peningkatan kualitas yang diharapkan oleh dunia kerja. Lembaga pendidikan berpacu untuk meningkatkan daya saing bahkan
berupaya untuk meningkatkan standar yang dapat diakui secara internasional.
Demikian pula dengan pendidikan menengah,
kesan persaingan dan tuntutan pasar “masyarakat†agar lembaga pendidikan
tersebut memiliki daya saing dan kualitas tidak kalah kuatnya dengan lembaga
pendidikan tinggi. Kondisi ini mendorong masing-masing lembaga pendidikan membangun segala potensi atau sumber daya
yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga pendidikan
tersebut.
Dalam konteks tersebut di atas, maka kepemimpinan merupakan salah satu faktor
penting yang turut menentukan tingkat pencapaian tujuan organisasi pendidikan tersebut. Tulisan ini menguraikan aspek
kepemimpinan demokratis dalam lembaga pendidikan menengah serta contoh
penerapannya di salah satu lembaga pendidikan, yaitu SMA Tarakanita, Gading
Serpong. Tulisan ini berangkat dari dan pengembangan pemikiran dari John Gastil “ A Definition and Illustration of Democratic
Leadershipâ€. Dalam tulisan tersebut
John Gastil menjelaskan tentang pengertian kepemimpinan demokratis dan memberikan
ilustrasi kepemimpinan demokratis dalam kasus The National Issues Forums di Amerika Serikat.
Selanjutnya makalah ini terdiri
dari 3 (tiga) bagian yaitu bagian pertama menjelaskan mengenai konsep
kepemimpinan. Dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian
kepemimpinan, gaya-gaya kepemimpinan, dan kepemimpinan yang demokratis.
Selanjutnya bagian kedua uraian mengenai aplikasi kepemimpinan yang demokratis
di SMA Tarakanita Gading Serpong, Tangerang. Pada bagian akhir dari paper ini
adalah memuat kesimpulan.
2.
Kepemimpinan Demokratis
1)
Pengertian
Kepemimpinan
Banyak aspek yang diuraikan mengenai kepemimpinan. Uraian yang sering dilakukan
adalah mengenai gaya kepemimpinan. Kurt
Lewin dkk misalnya membedakan
kepemimpinan demokratis dengan gaya autokratis dan gaya-2 kepemimpinan bebas (laissez-faire).
Mereka berpendapat bahwa kepemimpinan
demokratis bergantung pada keputusan kelompok, keterlibatan anggota yang aktif.
Dalam kepemimpinan demokratis
penghargaan dan kritik
disampaikan secara hormat dan tepat.
Bass pada tahun (1990) merumuskan pengertian kepemimpinan
yang komprensif sebagai berikut:
Interaksi
antara dua anggota atau lebih suatu kelompok yang sering melibatkan situasi dan
persepsi serta harapan anggota yang terstruktur dan terstruktur kembali. Kepemimpinan terjadi ketika salah satu
anggota kelompok memodifikasi motivasi atau kompetensi anggota lainnya dalam kelompok. Anggota
kelompok dapat melaksanakan sejumlah kepemimpinan.
Hal yang menarik dari defenisi di atas adalah pertama,
bahwa kepemimpinan merupakan suatu interaksi, bukan sekedar aksi individual
seorang personil dalam
suatu organisasi atau lembaga pendidikan. Dengan demikian, kepemimpinan bukan terletak pada seorang individu
saja, melainkan aksi dari banyak orang
sehingga menjadi interaksi. Hal kedua
dari defenisi di atas adalah pentingnya situasi dan persepsi serta harapan
anggota yang terstruktur dan terstruktur kembali. Saya berpandangan, bahwa situasi dan persepsi
serta harapan merupakan faktor subyektif, yang tidak kelihatan yang dapat saya
sebutkan sebagai kultur organisasi tersebut. Kalau disebutkan bahwa sering
melibatkan situasi dan persepsi, berarti ingin mengatakan bahwa kepemimpinan tidak saja ditentukan dan
dipengaruhi oleh aspek-aspek teknis, sarana prasarana termasuk teknologi
modern, tetapi juga membutuhkan aspek dorongan, komitmen dari anggota atau
personil dalam
suatu organisasi. Pemikiran kedua ini
diperkuat dengan rumusan berikutnya yang menyatakan bahwa kepemimpinan terjadi
ketika salah satu anggota kelompok memodifikasi motivasi atau kompetensi
anggota lainnya dalam kelompok. Aspek
ketiga yang penting dari rumusan kepemimpinan di atas adalah bahwa anggota
kelompok dapat melaksanakan sejumlah kepemimpinan. Hal ini menarik, karena
anggota kelompok dalam suatu organisasi merupakan pemimpin. Atau kepemimpinan
tidak saja diperankan oleh satu orang saja yang dinamakan ketua misalnya,
tetapi oleh setiap individu yang berorientasi pada pencapaian tujuan dari
organisasi tersebut.
Dari uraian di atas, pada akhirnya, kepemimpinan
dipandang sebagai suatu perilaku yang dibentuk untuk mencapai tujuan suatu kelompok atau organisasi, suatu pandangan yang sangat positif
mengenai “kepemimpinan†.
2)
Kepemimpinan
Demokratis
Beberapa penulis menjelaskan kepemimpinan
demokratis dengan melawankannya dengan kepemimpinan
yang otoriter, terkontrol, karismatis dan berbagai bentuk kepemimpinan
konvensional lainnya. Gaya kepemimpinan yang tidak demokratis digambarkan dengan kondisi organisasi yang buruk seperti anggota kelompok yang apatis dan tidak independen (pasif) (White dan Lippit: 1960), kebijakan yang bermutu rendah dan tidak dapat diimplementasikan (Maier: 1952), proses
pengambilan keputusan yang tidak memiliki pola dan mekanisme yang jelas
(Edelmen, 1988), dan dalam beberapa
kasus kepemimpinan yang menimbulkan atau
malahirkan konflik atau perselisihan dan perpecahan atau perlawanan dalam suatu
organisasi (Lewin et al.1939).
Elemen utama dari kepemimpinan demokratis adalah perilaku
yang mempengaruhi orang yang konsisten
dengan dan kondusif terhadap prinsip-prinsip
dan proses yang demokratis, seperti kebebasan untuk mengeluarkan pendapat atau
kebebasan berekspresi, mengajukan usulan dan koreksi, terbuka, partisipasi yang sama, dan mendengar
pendapat banyak pihak.
Gaya kepemimpinan yang demokratis diwujudkan dalam
berbagai perspektif, yaitu dalam hubungannya dengan kekuasaan dan fungsi-fungsinya. Dalam kaitannya dengan
kekuasaan, bahwa pemimpin yang
demokratis kadang-kadang berada pada orang yang tidak memiliki kekuasaan yang
formal. Mohandas Gandhi merupakan tokoh legendaris kepemimpinan yang tidak
memiliki kekuasaan formal, namun memiliki karakter kepemimpinan yang sangat kuat.
Idealnya, menurut penulis, pemimpin yang
demokratis, juga memiliki kekuasaan formal, walaupun dalam prakteknya lebih
banyak yang menonjolkan kekuasaan formalnya, dibandingkan dengan aspek
demokratisnya. Pemikiran ini sejalan juga pandangan yang disampaikan oleh Bass
(1990) bahwa kepemimpinan merupakan
perilaku (behavior), bukan kedudukan (position). Kepemimpinan dilihat sebagai wujud dari tindakan-tindakan yang membantu kelompok mencapai hasil yang
utamanya, sehingga kepemimpinan mencakup
semua tindakan anggota group yang membantu kelompok untuk mencapai keadaan yang
diinginkan.
Secara konseptual,
kepemimpinan demokratis memiliki tiga
fungsi utama, yaitu (1) pembagian tanggungjawab di antara anggota
masyarakat/kelompok; (2) memberdayakan anggota kelompok; (3) membantu masyarakat dalam
merumuskan kebutuhan dan kebijakan.
a.
Membagi
Tanggungjawab
Pemimpin yang demokratis selalu
mendorong partisipasi anggota dalam
setiap kegiatan kelompok dalam menentukan tujuan kelompok. Seorang pemimpin cenderung untuk
membagi tanggungjawab daripada memusatkan tanggungjawab pada seseorang atau
pada dirinya sendiri. Kehidupan masyarakat yang demokratis ditandai dengan pendistribusian tanggungjawab. Oleh karena itu, esensi dari kepemimpinan yang demokratis
adalah mendorong dan membuka kesempatan kepada semua personil untuk
melahirkan inisiatif sesuai dengan cara-cara yang diinginkan untuk tercapainya
tujuan organisasi.
b.
Pemberdayaan Anggota
Melibatkan anggota dalam merumuskan
kebijakan publik merupakan salah satu ciri dari kepemimpinan yang demokratis.
Namun untuk itu, anggota-anggotanya memerlukan kemampuan dan ketrampilan dalam
berbagai bidang misalnya kemampuan bicara, berpikir, berorganisasi. Untuk
memperoleh kapasitas tersebut biasanya dilakukan dengan menetapkan standar
kemampuan yang tinggi terhadap setiap anggota dan mengembangkan kematangan
emosional dan kemampuan pemikiran moral. Pemimpin yang ada harus dapat menjadi role model bagi pengikut-pengikutnya.
Pembagian tugas didasarkan pula pada nilai hubungan
antara anggota dalam suatu organisasi. Terdapat
5(lima) hal yang perlu diperhatikan oleh para pengikut atau anggota suatu
kelompok, yaitu:
1)
merupakan pendukung dari pemimpin.
2)
harus bertanggungjawab atas setiap
tindakannya dalam kelompok.
3)
terus menjaga otonomi/independensi nya
masing-masing.
4)
mengakui cara-cara atau mekanisme
kepemimpinan dalam organisasi tersebut.
5)
bekerjasama
dengan pemimpin.
c.
Mekanisme Musyawarah
Musyawarah
merupakan jantung dari demokrasi dan musyawarah yang bermutu tinggi memerlukan kepemimpinan demokratis yang
efektif. Kepemimpinan yang demokratis membantu proses musyawarah melalui
partisipasi yang konstruktif (membangun),
fasilitasi, dan menjaga hubungan
yang sehat serta kondisi emosi yang positif.
Partisipasi yang membangun berarti menentukan, menganalisa dan
memecahkan permasalahan kelompok melalui musyawarah.
Dahl (1989):
menjelaskan landasan etis dan moral dari proses yang demokratis, yaitu bahwa kepentingan dari semua orang/anggota
kelompok dipertimbangkan secara
merata/menyeluruh dalam setiap perumusan
kebijakan publik, dan setiap anggota kelompok memiliki posisi tawar atau
kemampuan untuk mewakili kepentingannya dalam pembuatan kebijakan atau
keputusan yang menyangkut diri mereka sendiri.
Namun dalam
kasus-kasus tertentu kepemimpinan demokratis tidak perlu
diterapkan, atau tidak semua persoalan harus diproses melalui mekanisme
yang demokratis. Heifetz dan Sinder (1987) menyatakan bahwa proses yang demokratis tidak cocok atau
tidak terlalu perlu untuk suatu permasalahan yang telah teridentifasi dengan
jelas dan tinggal melaksanakan solusi yang sifatnya teknis. Kemudian Haiman
(1951) berpendapat bahwa dalam
hal mengimplementasikan kebijakan atau peraturan yang telah disepakati, tidak
perlu melalui mekanisme demokratis, karena hal tersebut sudah pada level
implementasi kebijakan oleh eksekutif (pelaksana kebijakan). Maier (1925) juga
berpendapat proses demokratis tidak diperlukan dalam hal anggota kelompok atau
kelompok tidak memiliki perbedaan dalam melihat suatu masalah dan solusinya.
Atau tidak ada perbedaan atau konflik kepentingan yang signifikan.
3.
Kepemimpinan di SMA TARAKANITA
SMA Tarakanita Serpong merupakan
lembaga pendidikan menengah yang memiliki visi menuju subyek didik mencapai
prestasi di bidang akademik yang
menekankan terbentuknya watak yang
baik dan berkepribadian utuh. Sedangkan misi dari SMA tersebut adalah:
1)
Menumbuhkan suasana religius dan
keutamaan moralitas seluruh anggota
komunitas sekolah.
2)
Meningkatkan kedisiplinan seluruh
anggota komunitas sekolah.
3)
Meningkatkan prestasi belajar siswa
dalam suasana kondusif dan kekeluargaan.
4)
Mewujudkan profesionalitas tenaga
kependidikan.
5)
Menumbuhkembangkan semangat pelayanan
pada diri setiap tenaga kependidikan komunitas sekolah yang dijiwai semangat
cinta kasih.
Pada tahun 2012-2013 jumlah karyawan SMA
Tarakanita sebanyak 36 personil dengan komposisi 23 orang karyawan edukatif, 4 orang
staf TU, 1 orang Pustakawan, 4 orang Tenaga Pembantu pelaksana, 4 orang Tenaga Pembantu Pengamanan, dan ditambah 2 Tenaga Cleaning Service (outsorsing), 3 guru dari unit lain. Kekuatan personl ini berkontribusi dalam
mendampingi siswa yang berjumlah 465 siswa.
Ilustrasi gaya
kepemimpinan demokratis dalam penyelenggaraan SMA Tarakanita Gading Serpong terlihat dalam implementasi prinsip-prinsip
demokratis yang mengutamakan keterbukaan, kebebasan berekspresi, seperti kebebasan untuk mengeluarkan pendapat,
mengajukan usulan dan koreksi, terbuka,
partisipasi yang sama, dan mendengar pendapat banyak pihak.
Sejalan
dengan visi dan misinya, SMA Tarakanita menerapkan kepemimpinan yang demokratis
dengan membuka kerjasama dan partisipasi berbagai stakeholder di lingkungannya, yaitu orang tua, instansi
terkait, dan alumni dalam penyelenggaraan pendidikan.
Kerjasama Dengan Orang Tua dilakukan dalam
kegiatan-kegiatan:
a.
Donatur dalam menunjang kegiatan dan
sarana sekolah.
b.
Mitra sekolah dalam pembinaan
pendidikan.
c.
Mitra dalam membimbing peserta didik.
1)
Kerjasama dengan Instansi Terkait adalah
antara lain:
a.
Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta dan konsultan
pendidikan dalam edufair.
b.
Kerjasama dengan sekolah-sekolah sekitar, baik negeri dan swasta.
c.
Rumah sakit Mayapada dan RSIA Santo Carolus, Rumah Sakit
Rujukan Yayasan Tarakanita wilayah Tangerang.
d.
Universitas Atma Jaya dalam kegiatan praktik
Fisika dan Biologi (PLS)
e.
PMI,
sebagai Pembina ekstrakurikuler PMR.
f.
SMTA MPK KAJ, dalam berbagai kegiatan baik untuk siswa, guru, karyawan,
dan Kepala Sekolah.
g.
Fajar
Pendidikan, dalam program sinergi pendidikan sekolah-sekolah katolik.
h.
Universitas Multimedia Nusantara (UMN) sebagai
pendamping ekskul. jurnalistik , dan nara sumbers eminar.
i.
ASJI
(Asosiasi Sekolah Jesuit Indonesia ) untuk kegiatan Kursus Kepemimpinan Sekolah.
j.
Universitas Pelita Harapan sebagai nara
sumber seminar, bea siswa.
k.
PTN
dalam penerimaan mahasiswa jalur undangan.
l.
BNN
sebagai nara sumber dalam penyuluhun bagi siswa tentang penyalahgunaan
narkotika dan obat-obat terlarang.
2)
Kerja sama Dengan Alumni
Kontribusi
sekolah yang diperoleh karena kerjasama dengan alumni selama tiga tahun ini
antara lain temu alumni, pelatih ekstrakurikuler, dan
terlibat dalam kegiatan promosi sekolah.
Selanjutnya
dalam konteks fungsi kepemimpinan yang demokratis, dapat dilihat dalam aspek
pembagian peran dan tanggungjawab antara pesonil, pemberdayaan anggota/personil serta
penggunaan mekanisme musyawarah dalam menetapkan suatu kebijakan.
a.
Fungsi Membagi Tanggungjawab
Pembagian tanggungjawab
diimplementasikan dalam pelaksanaan program sekolah. SMA Tarakanita Gading
Seprong memiliki Oraganization Balance Score Card (OBSC). OBSC memuat program strategis. OBSC diturunkan kedalam
peta tanggungjawab, setiap karyawan menyusun IBSC (individual Balance Score Card) yang berisi tentang pembagian tugas secara
individu yang diturunkan dari program strategis dalam OBSC lembaga. Model ini menggabarkan adanya pembagian
tanggungjawab, menggambarkan suatu gaya kepemimpinan yang menempatkan setiap
personil menjadi pemimpin yang melakukan interaksi dengan personil-personil
lainnya, berkontribusi mencapai tujuan kegiatan pendidikan di SMA Tarakanita
Gading Serpong.
b.
Pemberdayaan Anggota/Peningkatan
Kapasitas Personil/Anggota
Melibatkan anggota melalui pendistribusian
tanggungjawab merupakan salah satu fungsi kepemimpinan demokratis. Namun untuk
melaksanakan tugas-tugas tersebut setiap anggota memerlukan peningkatan
kapasitas diri mereka sendiri untuk mampu melaksanakan tanggungjawabnya. Dalam
konteks ini maka SMA Tarakanita Gading Serpong memberikan kesempatan kepada
anggota untuk meningkatkan kapasitasnya melalui learning forum, pelatihan, kursus bahasa Inggris, seminar-seminar. Learning forum adalah forum bagi guru
untuk membagi pengetahuan dan pengalamannya kepada guru-guru mengenai metode
belajar yang digunakannya,
dll. Para guru mendiskusikan metode
belajar dan juga memberikan saran bagaimana guru sejawat menyelesaikan
persoalan yang dihadapinya dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. SMA
Tarakanita memberikan kesempatan kepada beberapa wakil Kepala Sekolah untuk mengikuti
Kursus Kepemimpinan Sekolah atas kerjasama dengan ASJI ( Asosiasi Sekolah Jesuit
Indonesia ). Supervisi klinis antar guru sejawat, juga menjadi salah satu upaya
pemberdayaan anggota dalam meningkatkan kapasitas personil sekolah/ guru dalam
satu rumpun.
c.
Penggunaan Mekanisme Musyawarah
Penggunaan
mekanisme musyawarah dalam penyelenggaraan pendidikan di SMA Tarakanita diperlukan dalam berbagai kesempatan, yaitu
briefing pagi
dan siang, rapat tim, rapat bulanan, rapat kepanitiaan. Pada kesempatan
tersebut, seluruh karyawan atau personil
mempunyai kesempatan untuk berkontribusi memberikan masukan demi kemajuan
sekolah. Musyawarah atau kesempatan bagi siswa memberikan aspirasi melalui
kegiatan OSIS dan angket supervisi untuk guru, angket kepuasan layanan, angket
kepuasaan sarana prasarana. Kepemimpinan demokratis bagi siswa juga terlihat
dalam kelas melalui diskusi, tanya jawab dan presentasi. Sedangkan orang tua murid memberikan aspirasi melalui
pemanggilan orang tua, angket aspirasi, pertemuan orangtua, dan seminar parenting.
4.
Kesimpulan
Tulisan ini sampai pada beberapa
kesimpulan, yaitu:
Pertama, kepemimpinan demokratis merupakan
suatu kebutuhan dan jawaban terhadap tuntutan dan dinamika masyarakat. Prinsip-prinsip
kepemimpinan demokratis sejalan dengan prinsip-prinsip good governance yaitu partisipasi,
akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan suatu organisasi atau lembaga.
Kepemimpinan yang demokratis juga sangat dipengaruhi dinamika dan perkembangan
masyarakat yang semakin demokratis.
Kedua, SMA
Tarakanita Gading Serpong, sebagai suatu lembaga atau organisasi yang memiliki
visi dan misi telah mengadopsi gaya kepemimpinan yang demokratis dengan
melakukan pembagian tugas, pemberdayaan anggota serta musyawarah dalam
pengambilan keputusan.
Ketiga, dalam kondisi tertentu model kepemimpinan yang
lain, juga digunakan dikombinasikan. untuk suatu permasalahan yang telah
teridentifikasi
dengan jelas dan tinggal melaksanakan solusi yang sifatnya teknis, tidak perlu proses demokrasi.
=====
-
there are no comments yet