Berakhir sudah polemik tentang keberadaan RSBI dan SBI di Indonesia. Dibacakan langsung oleh ketua Mahkamah Konstitusi Moh.Mahfud MDpada hari Selasa (8/1) kemarin, MK mengabulkan permohonan para penggugat dalam hal ini Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP).
Seperti yang sudah banyak diberitakan Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) mengajukan judicial review terhadap pasal 50 ayat(3) Undang – Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Permohonan tersebut dilandasi alasan mereka menilai adanya sekolah RSBI bertentangan dengan semangat dan kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan dualisme sistem pendidikan di Indonesia. Delapan dari sembilan hakim konstitusi berpendapat RSBI inkonstitusional. Mengingat keputusan MK adalah bersifat final dan tak tersedia upaya hukum yang lain, maka berakhirlah sudah riwayat RSBI dan SBI sampai di sini.
Sejak awal pembentukannya RSBI memang mengundang pro dan kontra. Salah satunya, untuk dapat masuk sekolah ini masyarakat harus membayar dengan cukup mahal. Maka tak aneh di kemudian hari hanya anak – anak orang berpunya yang dapat masuk ke sekolah ini. Masih segar dalam ingatan kita, saat wakil gubernur DKI yang saat itu belum lama dilantik, Basuki Cahya Purnama atau yang biasa dipanggil Ahok, melakukan sidak ke sekolah MH. Tamrin mendapati situasi yang tidak seperti yang diharapkan dan mencurigai terjadi banyak penyelewengan. Kemarahannya pun membuncah melihat situasi itu dan diberitakan luas di media masa. Memang dalam aturan yang seharusnya dijalankan, RSBI dan SBI wajib mengalokasikan 20% dari siswa yang kurang mampu, namun realisasinya tidaklah demikian.
Selain dapat memungut dana dari masyarakat, seperti yang sudah ditulis dananya memang cukup besar bahkan bisa mencapai milyaran rupiah, RSBI masih menerima dana block grand dari pemerintah juga dana BOS yang jumlahnya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Maka setelah ketok palu MK, sekolah RSBI dan SBI yang jumlahnya lebih dari 1300 sekolah itu akan menjadi sekolah negeri biasa yang siapapun seharusnya dapat masuk asalkan memenuhi syarat akademis seperti yang diamanatkan oleh undang – undang.
Pada awal pembentukan RSBI salah satu tujuannya adalah pemerintah menyediakan tempat belajar yang memadai bagi anak – anak dari keluarga yang mempunyai kemampuan finansial yang tinggi atau gampangnya dari keluarga berpunya. Mereka selama ini lebih memilih sekolah – sekolah swasta yang mempunyai standar internasional baik dari pengajaran maupun sarana dan prasarananya. Maka jika RSBI ini berhasil, imeg sekolah negeri pun harapanya akan ikut terangkat dan setara dengan sekolah – sekolah swasta favorit yang telah lebih dulu berada pada level tersebut. Namun apa lacur, ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Dana besar yang tersedia baik dari masyarakat maupun pemerintah tak mampu dikelola dengan baik. Merubah manajemen sekolah dengan para pengelola yang sudah bertahun – tahun terbiasa dengan iklim kerja sekolah negeri ternyata tidaklah mudah. Tentu ada dari sekian banyak RSBI yang akhirnya memang mampu berevolusi menjadi sekolah dengan standar internasional. Namun ketidak puasan atas pengelolaan RSBI semakin hari terdengar semakin banyak di mana – mana. Seluruh keresahan itu akhirnya usai, MK dipandang banyak pihak telah memberikan keputusan yang tepat.
Memacu Kita Untuk Lebih Baik lagi.
Pada suatu hari di sebuah kumpul – kumpul terjadi perbincangan yang menarik tentang SBI ini. Di situ ada salah seorang yang punya peran penting atas sebuah sekolah di kawasan Serpong yang cukup favorit. Sekolah ini yang para lulusannya juga diminati oleh beberapa universita terkenal di luar negeri, sehingga mendapatkan perhatikan khusus dalam melakukan test seleksi mengatakan bahwa mereka tidak pernah punyak rencana menambah embel – embel internasional pada sekolah mereka. “Kami akan tetap menjadi sekolah nasional namun berkualitas internasional.†demikian terangnya. Dan memang sekolah itu sampai kini tak pernah memberikan embel – embel internasional pada nama sekolah itu tapi kualitas lulusan tidaklah kalah dengan sekolah yang menyebut dirinyat internasional.
Bagaiman dengan kita? Mundur beberapa tahun yang lalu, kita pernah tergoda oleh kata ‘internasional’ itu. Rancangan – rancangan ke arah itu sepertinya telah disiapkan. Beberapa sekolah yang dipandang tepat ditunjuk untuk menjadi sekolah rintisan. Berbagai upaya untuk mewujudkan rencana besar terus dilakukan. Kita tidak tahu, kini telah sampai dimana.
Namun apapun itu, sebetulnya adalah upaya kita untuk terus berbenah dalam menyediakan tempat belajar yang sesuai dengan perkembangan jaman. Sebuah tempat belajar yang menjadi harapan masyarakat karena mampu mendidik siswa menjadi pribadi yang siap melanjutkan perjalanan panjang pencarian jati diri, baik di di univeritas maupun di tengah masyarakat.
Maka dengan berakhirnya riwayat RSBI dan SBI, hendaknya memacu kita semua untuk kembali menengok jati diri kita. Membuang silau atas keelokah sebuah nama internasional, yang menggoda ‘syahwat’ untuk meniru dan menjadi seperti mereka, dengan kembali merajut nilai – nilai luhur yang telah terbukti mampu bertahan melewati berbagai jaman dengan segala tantangannya. Pastor Baskoro T. Wardoya SJ seorang pakar sejarah dari Universitas Santa Dharma, yang pernah mendapat akses sepesial ke ruang arsip CIA di negeri abang Sam yang sangat terkenal itu mengatakan “Sejarah membuat kita mengerti dari mana kita berangkat dan kemana kita menuju.†Maka ditengah – tengah dunia yang cepat berubah ini, terlebih kemajuan dunia teknologi membuat dunia menjadi begitu kecil dan sempit, budaya global yang seakan tak tertahankan, memahami secara mendalam tentang siapa kita merupakan sesuatu yang terpenting, sehingga kita paham dari mana kita berangkat dan kemana kita akan menuju sehingga kita dapat mewujudkan cita – cita luhur para pendiri Yayasan ini.