Disampaikan Oleh:
Widyaningtyas Sistaningroem
Dalam Workshop guru Sejarah dan Pendidikan Kewarganegaraan di
SMA Kanisius, Jakarta Tahun 2010
Pemberian materi kepada siswa oleh bapak ibu guru pada umumnya masih berpatokan dengan buku pegangan siswa yang dilandasi oleh kurikulum milik pemerintah. Hal ini tentunya menjadi guru dan siswa menerima materi dengan jalan lurus saja serta hasil yang didapat cukup aman bagi siswa maupun sekolah. Kenyataan ini membuat produk lulusan hanya sesuai dengan kepantasan untuk mencapai jenjang pendidikan. Tinggi dengan kemampuan sumber daya manusia lulusan yang minim kreatifitas dan bervisi ke masa depan. Istilahnya yang penting lulus sudah cukup.
Kenyataan diatas tentunya tidak diharapkan bagi Negara yang besar penduduknya ini, maka dibutuhkan suatu perubahan cara memberikan atau mentransfer ilmu dari guru ke siswa yang lebih mengaktifkan siswa dalam berproses, sehingga metode PAKEM inilah yang menjadi alternatif pembelajaran.
PAKEM mempunyai model pertanyaan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana. Ketiga kata kunci tersebut membutuhkan daya kreatif siswa untuk menjawab pertanyaan yang tentunya masing-masing siswa mempunyai taraf jawaban berbeda satu sama lain sesuai kemampuan. Tetunya keaktifan siswa menjawab sebagai bagian utama metode PAKEM ini.
Nah belajar aktif masih diindikasikan siswa mengikuti proses pembelajaran di kelas dengan mendengarkan, membaca, menulis dan menghafalkan suatu materi serta mengerjakan tugas yang lebih sudah diarahkan suatu jawaban sesuai dengan kehendak bapak ibu guru yang mengajar. Pemahaman inilah yang perlu diubah untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses dan mendapatkan hasil memuaskan bagi siswa. Ibarat gelas yang dituang air dari ceret, maka siswa hanya menerima secara terus menerus dari guru materi yang diberikan tanpa memberikan kesempatan siswa untuk menganalisa, mengkritik, serta mengevaluasi hasil belajarnya. Bahkan untuk melakukan refleksi hasil belajar saja tidak ada kesempatan. Paradikma inilah yang masih berlaku saat ini.
PAKEM menjadi salah satu solusi bagi perubahan proses mengajar belajar saat ini yang tentunya masih ada metode lain yang dapat diterapkan dalam upaya memberikan keaktifan siswa. Metode PAKEM banyak memberikan kesempatan siswa untuk berimajinasi, berpikir kritis, kreatif, analitik, bervisi masa depan, kemampuan mengeksplore yang terus menerus dan selalu berani mengambil resiko untuk salah atau mengalami kegagalan karena didasari upaya refleksi dari kegiatan yang siswa lakukan untuk perbaikan.
Metode PAKEM juga membawa siswa untuk bersosialisasi dengan teman sekitar maupun dirinya sendiri. Hal ini tentunya didasari keingintahuan dari setiap individu siswa untuk mengenal, memahami, mengamati, bertindak dengan orang lain maupun dirinya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang menggugah untuk lebih tahu banyak tentang sesuatu atau berbagai hal sangat dimungkinkan dengan metode PAKEM ini.
Metode PAKEM akan jauh mempunyai makna dalam pembelajaran karena siswa diajak untuk mengalami dan menemukan hal baru dalam mendalami materi pelajaran. Menurut penelitian Wyatt S Looper kerucut pengalaman siswa menentukan hasil belajar dan perkembangan siswa tersebut. Demikian hasil penelitian Wyatt :
10 % dari apa yang kita baca
20 % dari apa yang kita dengar
30 % dari apa yang kita lihat
50 % dari apa yang kita lihat dan dengar
70 % dari apa yang kita katakan
90 % dari apa yang kita katakan dan lakukan
Hasil penelitian Wyatt inilah yang menunjukkan siswa akan mendapatkan kebermaknaan belajar dan berproses ketika melakukan dan dilandasi materi yang diberikan guru.
Hal yang penting dalam menumbuhkan percaya diri seorang siswa adalah tumbuhkan rasa berani, tidak takut gagal, keingintahuan yang besar serta berani mengungkapkan di publik atau paling tidak pada sesama teman. Sehingga segala kemampuan siswa akan terungkap dengan begitu baik demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa metode PAKEM ini menjadi alternatif utama bagi bapak ibu guru dalam proses mengajar belajar agar siswa dapat mengembangkan kreatifitas, keaktifan, efektif dan menyenangkan dalam mendapatkan materi pelajaran tanpa harus mengalami tekanan serta keterpaksaan. Ada slogan untuk perubahan pendidikan :
- Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
- Kalau tidak di sekolah, di mana lagi?
- Kalau tidak oleh kita, oleh siapa lagi?
—————————- Terima Kasih ———————————-
By : Bpk. Matheus Sulistyanto, S.Pd.