Article Detail
Cerita dari Buniayu (3) – Makam Tanpa Tanda Kemenangan
Cerita
dari Buniayu (3) – Makam Tanpa Tanda Kemenangan
“Salib
ini kami tanamkan sebagai lambang pengharapan, akan kebangkitan dan kehidupan kekal … .”
“Saudaraku
… masukilah kehidupan abadi dengan membawa tanda kemenangan Kristus … .”
Itulah
pesan sekaligus harapan yang selalu kita doakan saat kita menghantarkan pemakaman saudara/i
kita yang meninggal. Lalu sebuah salib kayu sebagai penanda akan kemenangan
Kristus atas maut ditancapkan di atas
pusara.
Namun
inilah pandemi … . Kita harus bisa menerima berbagai hal yang membuat batin
sungguh pedih. Semua yang ideal untuk
meringankan kedukaan dan menghidupkan pengharapan tak punya daya untuk
diwujudkan.
Kemewahan
rohani saat penguburan, ibadat pemakaman, kehadiran keluarga dan teman- teman, nyanyian penghiburan dan pengharapan, warna
warni bunga dan wewangian lambang cinta … . Sebuah kemewahan yang hilang!
Salib
kayu lambang kemenangan atas kematian, bagian tak terpisahkan dari peti jenazah
pun banyak yang tidak bisa didapatkan.
Sekali
lagi, Inilah sebagian wajah pandemi … .
Di Buniayu kesuraman
wajah kematian masa pandemi itu menjadi begitu nyata. Wajahnya terlukis di atas
pusara – pusara yang tiba – tiba memenuhi kesunyian di sana. Pusara – pusara
tanpa salib dan pusara tanpa bunga tanda cinta.
Liang retak dan mencipta cekungan tanda tidak sempurna saat proses
penguburan. Bau tak sedap yang mengudara
entah dari mana sumbernya.
Itulah sebagian wajahnya.
“Ayo
Pak ojo suwe – suwe … .” Ajak isteri ku,
membuatku sadar ternyata aku masuk ke alam duka cita yang cukup dalam.
Itulah sedikit wajah pendemi … sangat tidak nyaman dan tidak enak
dipandang. Absurd dan suram. Maka tidak
semua kuat dan tabah untuk sekedar hadir, menatap dan berdekatan.
Mari kita terus berdoa dan turut mendukung setiap upaya,
agar pandemi semakin cepat menjadi tak berdaya,
dan kita menjadi bagian yang bersuka ria sebagai pemenangnya.
_Penulis : Fidirikus Tri Hatmoko (Pustakawan SMA TarGadS)
-
there are no comments yet