Article Detail
Cerpen : Sesuatu yang Tidak Kamu Lihat
Sesuatu
yang Tidak Kamu Lihat
Suasana
ramai mengelilingi sebuah kelas. Anak-anak di kelas itu tengah mengelilingi
meja seorang anak laki-laki. Mereka menatap kagum kertas ulangan laki-laki itu.
Angka seratus tercatat jelas di kertas ulangannya. Berbeda dengan seorang
perempuan yang tengah duduk di kursinya sambil menatap kertas ulangannya tanpa
memedulikan kerumunan itu. Ia hanya diam menatap kertas ulangannya sejak bel
istirahat berbunyi.
“Sia-sia
aja aku belajar sampe begadang.” Ucap gadis itu sambil membenamkan mukanya pada
kedua tangannya.
Baru
saja hasil ujian matematika dibagikan. Kebetulan materi yang dijadikan ulangan
sangat sulit untuk gadis itu. Ia mati-matian belajar sampai larut malam demi
memahami materi tersebut. Namun, usahanya tidak terbayarkan dengan hasil yang
memuaskan. Angka lima puluh tercetak jelas di kertas ulangannya.
“Nayla!
Narendra dapet 100 lagi.” Seru teman gadis itu.
Mendengar
nama saudara kembarnya disebut, gadis yang dipanggil Nayla itu menoleh pada
temannya, “Mita, kemampuan Narendra gak usah diragukan lagi. Tanpa kamu kasih
tau juga aku udah tau kalau dia pasti dapet nilai tinggi.”
“Iya
juga, ya. Saudara kamu makan apaan, sih? Kok bisa dia dapet nilai 100 mulu. Di
semua mata pelajaran lagi.” Tanya Mita.
“Yang
pasti makanan yang sama kayak aku. Udahlah, nggak usah bahas Narendra sama aku.
Males.” Balas Nayla.
“Iya,
deh. Aku mau ke kantin. Mau ikut gak?” Tanya Mita.
Nayla
menggeleng, “Nggak, makasih.”
“Oke,
baik-baik ya di kelas.” Mita pamit lalu keluar dari kelas.
Nayla
hanya membalasnya dengan berdeham. Baru saja ia ingin minum, tiba-tiba seorang
laki-laki menghampirinya dengan wajah bahagia. Itu Narendra, saudara kembarnya.
“Gimana
hasil ulangan kamu?” Tanya Narendra.
Nayla
menatap saudara kembarnya itu, “Gak bagus.”
“Eh,
kok bisa? Bagian mana yang salah? Mau aku bantu gak?” Tanya Narendra.
Nayla
berdiri lalu membereskan buku-buku mata pelajaran sebelumnya. Setelah selesai
memasukan semua bukunya ke dalam tas, ia menatap saudara kembarnya yang lahir
lebih dahulu itu.
“Inget
ya, kita ini saingan dalam hal nilai. Aku masih mampu belajar sendiri tanpa
perlu kamu bantu.” Ucap Nayla dengan lantang.
Ekspresi
bahagia di wajah Narendra luntur. “Gak ada salahnya loh kita belajar bareng.
Toh, pas ulangan nanti kita usaha sendiri-sendiri.”
Nayla
tidak memedulikan ucapan Narendra. Ia pergi keluar kelas meninggalkan Narendra.
Gadis itu melangkahkan kakinya menuju kantin. Selama perjalanan ke kantin, ia
dapat mendengar nama Narendra disebut-sebut oleh para siswi. Narendra memang
siswa populer karena laki-laki itu selalu menang saat mengikuti olimpiade. Mereka
menyebut Narendra ‘Laki-laki Jenius’. Berbeda dengannya yang tidak pandai dalam
hal apapun. Terutama dalam hal hitung-menghitung. Mereka sangat berbeda dalam
hal kecerdasan. Ia juga terlalu gengsi untuk meminta bantuan Narendra.
“Nay!
Ke kantin juga kamu akhirnya.” Ucap Mita saat Nayla sampai di kantin.
“Narendra
rusuhin aku.” Balas Nayla.
“Heran
aku, deh. Kamu sama Narendra saudara kembar tapi kok gak akur, sih? Padahal
dari janin udah bareng-bareng.” Tanya Mita.
“Dia
terlalu jauh buat disebut saudara kembar. Dia terlalu perfect. Beda banget sama
aku yang gak jago apa-apa.”
“Loh,
biasanya di cerita-cerita begitu kan? Yang satu pinter, yang satu gak pinter.
Tapi yang pinter punya kepribadian cuek, yang satunya peduli. Akhirnya, yang
gak pinter ini yang disukai masyarakat sekitarnya.”
“Mit,
Narendra itu paket komplit. Pinter iya, peduli iya, temen banyak iya.”
“Oh
iya, ya.”
“Udahlah,
demen banget bahas Narendra.”
“Aku
pengen liat kalian akur tahu. Apalagi kalian kembar cewe cowo. Jarang banget
loh.”
“Udahlah
aku balik ke kelas aja.”
Nayla
berdiri lalu kembali ke kelasnya. Mita ikut berdiri lalu mengikuti Nayla ke
kelas.
***
Sepulang
sekolah Nayla bersih-bersih lalu mengerjakan tugas. Selesai mengerjakan semua
tugasnya, ia menonton beberapa episode drama Korea kesukaannya. Saat malam
tiba, Nayla makan malam bersama ayah, bunda, dan Narendra.
“Hari
ini sekolah kalian baik-baik aja, kan?” Tanya ayah pada Nayla dan Narendra.
Mereka
mengangguk, “Baik, kok, Yah.”
“Nilai
ulangan kalian gimana? Aman-aman aja gak?” Tanya ayah lagi.
“Kalau
aku aman-aman aja, Yah.” balas Narendra.
“Kamu
gimana, Nayla?” Tanya ayah.
Nayla
berhenti mengunyah. Ia meletakkan sendok makannya lalu menatap ayah dan bundanya.
“Nilai
matematika Nayla turun.” Ucap Nayla lesu.
“Kamu
ini, kan sudah pernah Ayah bilang. Jangan keseringan nonton drama. Begini kan
hasilnya.”
“Tapi,
Yah, aku udah belajar. Tapi hasilnya tetep aja gak bagus.” Nayla berusaha
mencari alasan agar perbuatannya dimaklumi.
“Jangan
salahin hasilnya, tapi gimana proses kamu belajar.”
Nayla
menunduk. Ia tidak berani menatap ayahnya. Memang benar apa yang dikatakan
ayahnya itu. Ia hanya belajar di saat ada tugas atau ulangan saja. Ia tidak
pernah rutin belajar setiap hari. Alhasil, materi yang sudah diajarkan oleh
gurunya tidak dapat melekat lama di otaknya.
“Maaf.”
Hanya satu kata itu saja yang mampu Nayla ucapkan.
“Sampai
nilai kamu membaik, Ayah akan tahan uang jajan kamu.” Ucap ayah tegas.
Nayla
melotot. “Ayah bercanda, kan?”
“Ayah
tidak bercanda, Nayla.” Ayah menatap Nayla dengan serius hingga membuat gadis
itu terdiam.
“Belajarlah
dari kakakmu. Dia selalu berusaha agar ia tetap berada di puncak. Kejar
kakakmu. Jangan mau kalah!” ucap ayah menasihati Nayla.
“Narendra
itu jenius, Yah. Beda sama aku.” Balas Nayla lagi.
“Lalu,
kamu langsung menyerah hanya karena dia jenius? Buktikan kalau kamu juga bisa
jenius seperti kakakmu!” Ayah secara tidak sadar meninggikan nada bicaranya.
“Yah,
sabar.” Bunda berusaha menenangkan suaminya yang mulai tersulut emosi. Ayah pun
sadar kalau ia baru saja meninggikan nada bicaranya kepada putrinya.
Ia
berdiri lalu pamit keluar rumah, “Ayah, sudah selesai makan. Ayah baru ingat
ada pertemuan dengan bapak-bapak. Kalian berdua belajarlah yang rajin.”
Setelah
ayah pergi, suasana di rumah menjadi tegang. Nayla masih menundukkan kepalanya.
Narendra dan bunda menatap Nayla.
“Nay,
materi mana yang kamu gak ngerti? Aku bisa bantu, kok. Semua materi itu mudah
dimengerti. Mau aku ajar-“ perkataan Narendra terpotong.
“SEMUA
HAL ITU GAMPANG KARENA KAMU JENIUS, NAR!” ucap Nayla dengan keras. “SAMPAI
KAPAN PUN, AKU GAK AKAN BISA KAYAK KAMU! MAU SEBERAPA KERAS JUGA AKU BERJUANG,
AKU TETEP DI BAWAH KAMU!”
Sebulir
air mata jatuh begitu saja di pipi gadis itu. Narendra dan bunda menjadi
khawatir.
“Nay,
apa yang Ayah kamu bilang tadi semua demi kebaikan masa depan kamu. Makanya
tadi Ayah bertindak tegas padamu.” Bunda berusaha menenangkan putrinya itu.
“Tapi,
aku emang gak bisa kayak Narendra, Bun.”
“Nay,
kamu bisa kok kayak aku. Kamu mau kan berusaha sekali lagi?” bujuk Narendra.
Nayla
menatap Narendra tajam. “Orang jenius kayak kamu gak akan paham rasanya, Nar.
Semuanya terasa sia-sia.”
Nayla
berlari ke kamarnya. Ia menangis sejadi-jadinya saat itu juga. Cukup lama ia
menangis. Saat ia merasa kelelahan, ia tertidur.
***
Suara
lapar dari perut membangunkan Nayla dari tidurnya. Ia melirik jam dinding
kamarnya. Pukul empat pagi. Masih terlalu pagi untuk beraktivitas, namun Nayla
tidak bisa kembali tidur karena suara dari perutnya. Ia tahan rasa lapar itu
karena ia terlalu malas untuk memasak. Ia menatap langit-langit kamarnya. Ia
mengingat apa yang terjadi saat makan malam semalam.
“Kebawa
emosi kan aku. Capek juga ternyata ngeluapin emosi doang.”
Ia
bangun dari posisi tidurnya. “Mau ngapain sekarang? Males juga keluar kamar
belum ada yang bangun. Hm … nonton tv aja kali ya.”
Nayla
berdiri lalu merapikan tempat tidurnya. Ia membuka pintu kamarnya lalu berjalan
menuju ruang keluarga. Namun, pintu kamar milik Narendra sedikit terbuka. Lampu
kamarnya masih menyala. Nayla mendekat karena penasaran apa yang sedang
dilakukan oleh saudara kembarnya itu.
Ia
terkejut. Bahkan matanya terbuka lebar. Ia memperhatikan aktivitas yang sedang
dilakukan oleh Narendra.
“Dia
… belajar?”
Ya,
Narendra, seorang yang jenius sedang belajar di pagi buta seperti ini. Nayla
sangat terkejut. Pasalnya baru kali ini ia melihat Narendra belajar dengan
serius.
“Kakakmu
selalu begini setiap hari.” Ucap Bunda tiba-tiba dari belakang.
Kehadiran
bunda membuat Nayla terkejut bukan main. Ia mengelus dadanya. Berusaha
menenangkan dirinya yang baru saja terkejut.
“Eh,
maksud Bunda? Narendra tiap hari belajar? Pagi-pagi begini?” Tanya Nayla
antusias.
Bunda
mengangguk, “Iya. Dia selalu belajar setiap jam 3 pagi sampai jam 4.”
“Yang
bener aja, Bun?” Nayla masih tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
“Iya,
Dek. Kakak kamu udah begitu dari kalian masuk SMA. Dia sudah merasa kalau dia
tidak bisa santai-santai seperti saat dia masih SMP. Dia juga mulai merasa
kesulitan dengan materi-materi yang diajarkan saat SMA.”
Nayla
terkejut lagi, “Narendra yang jenius itu bisa ngerasa susah dalam hal
pelajaran, Bun?”
“Kakak
kamu bukan jenius. Dia hanya rajin.” Bunda menatap Narendra yang sedang fokus
belajar. “Dia gak pernah merasa puas dengan ilmu-ilmu yang udah dia dapet
selama ini. Dia terus cari literasi baru. Bahkan ibu selalu liat dia belajar
bukan cuma dari buku pelajaran, tapi dari internet dan video-video yang ada di
internet. Dia merasa bahwa ilmu yang sekarang dia dapat hanya sebagian kecil
dari seluruh ilmu yang ada di dunia ini. Makanya, setiap hari ia selalu
meluangkan waktunya untuk belajar, bahkan di pagi-pagi buta begini, dia sudah
semangat mencari ilmu baru. Makanya, ia bisa terus berada di puncak karena ia
konsisten belajar.”
Nayla
mulai merasa tidak enak hati. Ia merasa bersalah karena seenaknya menyebut
Narendra jenius tanpa tahu bahwa selama ini Narendra berusaha keras untuk tetap
berada di puncak. Usaha yang dilakukan saudara kembarnya itu jauh lebih besar
daripada yang ia lakukan. Selama ini, jika ada waktu luang pasti ia gunakan
untuk malas-malasan sambil bermain ponsel. Ia mulai merasa bahwa selama ini ia sudah
membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna.
“Ayah
tahu soal ini. Makanya ayah yakin kalau kamu serajin kakakmu, kamu bisa seperti
dia.” Ucap bunda sekali lagi.
Nayla
mau menangis rasanya. Kejadian semalam tiba-tiba datang ke dalam pikirannya. Ia
sudah mengatakan hal yang tidak ada kebenarannya pada Narendra.
“Kamu
bisa kasih ini ke kakakmu kan? Bunda harus masak buat sarapan kita nanti.”
Bunda memberikan piring yang berisikan roti dan juga segelas air putih padanya.
Nayla
menerimanya. “Makasih ya, Bun, udah mau kasih tau aku. Aku … aku gak akan kalah
dari kakak.”
Bunda
tersenyum, “Baguslah kalau begitu. Belajar yang rajin ya. Jangan lupa diimbangi
dengan doa! Biar ilmunya berkah.”
Nayla
mengangguk, “Oke, Bun.”
Nayla
memasuki kamar Narendra. Laki-laki itu tampak serius sekali menatap layar
leptop.
“Aku
izin masuk, ya.” Ucap Nayla membuyarkan fokus Narendra.
Narendra
menoleh dengan terkejut, “Ka-Kamu ngapain jam segini udah bangun?”
Nayla
menaruh cemilan dan minuman yang dibawa bunda tadi di samping meja belajar.
“Kamu sendiri kenapa jam segini udah bangun?”
Narendra
terdiam. Suasana di kamar menjadi canggung. Akibat kejadian semalam, mereka
jadi canggung seperti ini.
“Maaf
ya, Nar. Aku udah bilang yang seenaknya semalem.” Ucap Nayla memulai
pembicaraan.
Narendra
terkejut mendengarnya. “Nggak apa-apa, Nay. Aku juga seenaknya minta kamu usaha
lagi padahal selama ini kamu udah usaha.”
Nayla
menggeleng, “Aku selama ini emang kurang berusaha, Nar. Makanya nilai aku turun
mulu.” Ia menatap Narendra. “Aku pengen kayak kamu. Aku mau rajin kayak kamu.”
Narendra
mengedipkan matanya beberapa kali. Ia sangat terkejut dengan pernyataan Nayla.
Sebelumnya Nayla tidak pernah terbuka seperti ini. Ia tersenyum menanggapi
Nayla.
“Ayo
kita bersaing dengan sportif!” ucap Narendra.
Nayla
mengangguk sambil tersenyum, namun tiba-tiba ia berlari keluar kamar. Tak lama,
ia kembali sambil membawa kertas ulangan matematikanya dan alat tulis.
“Narendra,
tolong ajarin aku soal ini! Aku masih gak ngerti.” Ucap Nayla sambil
menunjukkan soal yang tidak ia mengerti.
Ekspresi
bahagia tampak dalam wajah Narendra. “Baiklah, sini aku ajarin.”
Mereka
berdua pun belajar bersama mulai saat itu dan ketika ulangan tiba mereka akan
bersaing dengan sportif.
Penulis : Angela Mutiara D.P. X IPS 1/5 /SMA Tarakanita Gading Serpong
-
tel u19 Feb 2023 07:02:23ada beapa kelas di sekolah?