Article Detail

I'm Sorry, Haru

I'm Sorry, Haru

(Flashback)

4 orang anak laki-laki dari klub renang Iwatobi tertawa bersama sambil bermain air di pantai. Anak-anak itu ialah Nanase Haruka, Tachibana Makoto, Matsuoka Rin, dan Hazuki Nagisa. Makoto dan Haru telah bersahabat sejak balita, karena rumah mereka yang bersebelahan sehingga sering bertemu. Sedangkan Nagisa dan Rin bertemu dengan mereka saat duduk di bangku SD. Keempatnya adalah unggulan renang di sektor 400m men’s relay. Mereka berhasil menjuarai beberapa kejuaraan nasional bagi club mereka, bahkan sampai diundang langsung oleh kementerian pemuda dan olahraga untuk mewakili Jepang di cabang olahraga renang. Semua berjalan begitu lancar hingga mereka menginjak SMP. Matsuoka Rin ingin mengembangkan bakatnya di sektor Freestyle, dan memutuskan untuk melanjutkan sekolah di Australia. Mereka pun berpisah sekian lama. Dan saat Rin kembali ke Jepang, ia menghindari Haru dengan alasan Haru adalah rivalnya. Permasalahan itu membuat pertemanan mereka semakin merenggang dan akhirnya Rin memutuskan untuk berhenti berteman dengan anak-anak club Iwatobi.

(7 tahun kemudian)

Di pagi yang cerah, 2 remaja laki-laki berjalan berdampingan menuju SMA Iwatobi. Seorang berambut hitam legam dengan mata biru dan yang lain berambut coklat terang dengan mata berwarna hijau. Nanase Haruka, pemuda berusia 17 tahun yang memiliki warna mata secerah biru langit, berjalan sambil bercanda ria bersama dengan sang sahabat, Tachibana Makoto. Mereka terbiasa berangkat bersama setiap pagi, pulang sekolah pun bersama-sama. Hingga suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi kepada mereka. Tidak, lebih tepatnya hanya terjadi pada Makoto. Sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi di pagi hari yang cerah seperti ini. ‘Krashh’ Truk tersebut menghantam tubuh Makoto hingga terlempar beberapa meter. Tepat di depan matanya, Haru menyaksikan sang sahabat berlumuran darah dan tak sadarkan diri. Panik, takut, marah, sedih bercampur aduk menjadi satu. Haru berlari ke tempat tubuh Makoto terbaring. Seberapa kuat pun Haru menggoyangkan dan meneriakkan namanya, Makoto tidak membuka matanya.

Tak lama setelah kejadian itu, ambulans datang dan Makoto dibawa ke rumah sakit terdekat untuk segera ditangani. Haru terduduk di depan ruang operasi dengan tatapan kosong dan perasaan campur aduk. Tangannya gemetar dan bibirnya tak henti-hentinya mengucapkan doa. Tak lama setelahnya Nagisa datang dengan nafas terengah-engah.

“Haru! Hahh..di- dimana Makoto?” tanyanya sambil terengah.

“ Ma-makoto masih di dalam”

Tak lama setelah itu, dokter yang menangani Makoto keluar dari ruang operasi dan langsung disambut oleh kedua teman Makoto itu.

“Dokter, bagaimana keadaan temanku?” tanya Haru.

Dokter sedikit menundukkan kepalanya dan kemudian menarik nafas dalam.

“Maaf nak, kami sudah berusaha yang terbaik, tetapi pasien memilih menyerah.”

“Di-dia meninggal?” tanya Nagisa sedikit terbata.

“Maafkan saya, saya turut berduka cita” ucap sang dokter.

Baik Haru maupun Nagisa tidak mampu berkata apa-apa. Bahkan Nagisa jatuh terduduk sangking shock-nya.

Dokter pun meninggalkan keduanya dan tak lama setelah itu Nagisa menarik kerah baju Haru.

“INI SEMUA SALAHMU! JIKA MAKOTO TIDAK PERGI DENGANMU TADI PAGI, HAL INI TIDAK AKAN TERJADI”

“A-aku.. maaf” tidak ada kata lain yang bisa Haru ucapkan.

“KENAPA? KENAPA TIDAK KAU SAJA YANG MATI? KENAPA HARUS MAKOTO, IA BAHKAN JAUH LEBIH BAIK DARIMU!” marah Nagisa.

Haru terdiam, tidak mampu membalas ucapan Nagisa.

Dengan amarah yang memuncak Nagisa meninju Haru hingga ia jatuh “KUHARAP KAU SAJA YANG ADA DI POSISI MAKOTO!”

Nagisa meninggalkan Haru sendirian di rumah sakit itu. Haru bangkit dari jatuhnya, dan segera menuju ke kamar mayat tempat tubuh Makoto terbaring.

Haru berdiri di sebelah tubuh kaku Makoto sambil terisak.

“Ma-maafkan aku, seharusnya aku saja yang mati. Makoto, hanya kau yang dekat denganku, Rin membenciku sejak kita berpisah, dan setelah ini Nagisa pasti menjauhiku juga.. apa..apa yang harus kulakukan” tangis Haru pecah di depan tubuh kaku Makoto.

(skip)

Nanase Haruka, memang seorang yang jarang tersenyum kecuali dengan orang-orang terdekatnya. Tetapi setelah kehilangan sosok sahabat satu-satunya, yaitu Tachibana Makoto, ia semakin menjauhkan diri dari orang-orang disekitarnya.

Nagisa, teman seperjuangan Haru saat SD hingga SMP belakangan ini membully dan menyebarkan rumor palsu tentang Haru. Sejak itulah mereka berhenti menjalin pertemanan.

Suatu sore, Haru berjalan seorang diri menuju ke rumahnya. Ia berjalan gontai sambil menundukkan kepala dengan sepasang airpods menyumpal kedua telinganya. Karena tidak melihat kedepan, Haru pun menabrak seseorang.

‘brukk’

“Maafkan aku, aku tidak sengaja” ucap Haru sambil membungkukkan badan 90°

Haru pun berbalik dan hendak meninggalkan orang tersebut, tetapi orang itu memanggilnya.

“Haru?” ucap orang itu.

Haru menoleh, “R-Rin?” tanya Haru.

“Lama tak jumpa rivalku” ucap Rin dengan penekanan di akhir kalimatnya.

“Lama tak jumpa, Rin” balas Haru.

“Hei ada apa dengan dirimu? Kenapa kau terlihat menyedihkan? Apakah kau baru kehilangan sesuatu? Hahahaha”

“Ya, aku kehilangan seseorang yang penting bagiku” balas Haru dengan suara kecil.

“Eh- siapa yan-“

“Aku pergi dulu Rin, selamat menikmati harimu” potong Haru.

Sepeninggalnya Haru, Rin merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia pun segera menghubungi ‘mantan’ teman clubnya dulu.

tuuut tuuut

“Halo?” sahut orang di seberang telepon.

“Nagisa, apa yang terjadi dengan Haru” tanya Rin.

“Hey, seharusnya kau membalas sapaanku tadi!” omel Nagisa.

“Haha baiklah. Halo Nagisa, lama tak jumpa apa kabar mu?” ucap Rin mengulang percakapannya dengan Nagisa.

“Nah gitu dong. Aku baik, bagaimana denganmu?” balas Nagisa.

“Hm, begitulah. Oke sekarang jawab pertanyaanku” jawab Rin.

“Cih, sebenarnya aku malas membahas ‘pembunuh’ itu. Apakah kau tidak ada pertanyaan lain?” ucap Nagisa dengan nada tidak suka.

“Pembunuh? Apa maksudmu?” tanya Rin penasaran.

“Oh kau belum tahu ya? Sekitar 3 minggu yang lalu, Makoto meninggal karena si Haru itu” jawab Nagisa.

“HAH MA-MAKOTO SUDAH TIADA? JANGAN BERCANDA KAU!” ucap Rin.

“Mana mungkin aku bohong”

“Kenapa kau tidak memberitahu hal sebesar ini padaku Nagisa?” tanya Rin.

“Hmm.. aku lupa hehe” balas Nagisa sambil terkekeh.

“Ah kau ini. BTW, kenapa kau menuduh Haru yang membunuh Makoto” tanya Rin mengganti topik

“Apa maksudmu, sudah jelas Haru yang berada di TKP ketika Makoto meninggal. Jika bukan karena melindungi Haru, Makoto pasti masih bernafas sekarang” jawab Nagisa.

“Nagisa, kau tidak boleh sembarangan menuduh orang seperti itu” ucap Rin.

“Hm.. Rin, bukankah kau membenci Haru, kenapa sekarang kau malah berdiri di kubu nya?” tanya Nagisa.

“Aku hanya merasa bahwa Haru tidak perlu disalahkan, lagipula Makoto meninggal karena kecelakaan, bukan pembunuhan.” balas Rin.

“Dipikir-pikir benar juga. Sepertinya aku salah menuduh Haru.”

“Nah, Haru sudah cukup tertekan dengan kematian Makoto, kita seharusnya tidak menambah beban pikirannya.” ucap Rin.

“Ngomong-ngomong Rin, kau sedang apa di Jepang?” tanya Nagisa.

“Ah itu” Rin menjeda kalimatnya sebentar sambil menggaruk tengkuknya. “Aku ingin berdamai dengan Haru”

“KAU? KAU DATANG DARI AUSTRALIA KE JEPANG HANYA UNTUK HAL ITU?” tanya Nagisa dengan berteriak.

“Hey, kau tidak perlu berteriak!” ucap Rin sambil mengelus telinganya yang sedikit sakit.

“ Maaf hehe” ucap Nagisa.

“Baiklah kalau gitu, ayo kita meminta maaf pada Haru” ucap Nagisa hampir memutus sambungan telepon.

“Oi, tunggu dulu” tahan Rin.

Nagisa diam menunggu kelanjutan ucapan Rin.

“Aku punya ide, besok adalah hari paskah, bagaimana kalau kita memberi kejutan di rumah Haru?” tanya Rin dengan senyuman khas nya.

“OH, maksudmu seperti saat kita SD dulu? Kita mengumpulkan telur yang disembunyikan di rumah kan?” tanya Nagisa dengan semangat.

“Tepat sekali, tapi kali ini agak sedikit berbeda,  mari kita cari telur paskah dan menuliskan perkalimat pada telur-telur itu kemudian kita biarkan Haru mencarinya” ucap Rin.

“Ide bagus kawan, kalau gitu aku cari telurnya, kau cari kertas untuk menulis permintaan maaf kita” ucap Nagisa.

“Baiklah, kalau gitu sampai ketemu besok” ucap Rin.

“ Oke bye” balas Nagisa.

Rin menutup teleponnya dan berjalan ke toko buku untuk mencari bahan yang diperlukannya.

Keesokan harinya, seperti biasa Haru bangun dan membasuh tubuhnya. Tak lupa ia menyiapkan sarapan untuk dirinya sebelum berangkat ke sekolah. Setelah itu ia bersiap untuk pergi ke sekolah. Saat membuka pintu rumahnya, Haru melihat sebuah telur berwarna putih dengan sebuah sticky note menempel di atasnya. Pada sticky notes itu tertulis “Datanglah ke taman Tsuki pukul 18.00 hari ini”. Haru memilih menyimpan sticky notes tersebut dan memakan telur itu.

Sepulang sekolah, Haru pun berjalan ke arah taman yang tertulis dalam sticky notes itu. Ia berjalan gontai sambil memakan roti susu yang dibelinya di toserba dekat sekolahnya.

Tak lama, Haru sampai di jalan masuk taman itu. Haru melirik pergelangan tangannya ‘Ah masih pukul 17.45’ batinnya. Sembari menunggu, Haru duduk di salah satu bangku taman sambil melihat sekitar. Di taman itu banyak anak-anak dan remaja seumurannya yang bercanda ria atau sekedar berjalan bersama dengan sahabatnya. Seketika ingatan Haru kembali pada masa lalunya bersama Makoto. Ibu Makoto sering menyiapkan telur paskah dan disembunyikan di sekitar kompleks perumahan mereka, sedangkan Haru dan Makoto berlomba-lomba mendapat telur terbanyak.

‘aku merindukanmu Makoto’ batin Haru sambil memejamkan matanya.

(Tuk)

Haru yang sedang memejamkan mata sambil menengadahkan kepalanya mengernyit ketika ada sebuah tangan mendarat di dahinya. Ia membuka mata, dan melihat seorang dengan kostum kelinci berdiri disamping bangku tempat duduknya. Haru menegakkan tubuhnya dan memandang heran si pria kelinci itu.

“Ada yang bisa kubantu?” tanya Haru.

Si pria dengan kostum kelinci itu hanya diam. Detik berikutnya pria itu menarik tangan Haru dan membawanya ke suatu tempat.

“He-Hey mau apa kau? Lepaskan tanganku.” Ucap Haru sedikit berteriak karena mereka berada di kerumunan orang.

Pria kostum kelinci itu hanya diam saja dan terus menarik Haru.

Tak lama mereka pun sampai di sebuah gedung tua yang sudah tidak terawat. Haru terdiam sesaat ketika melihat gedung itu.

‘Bukankah ini gedung klub renang Iwatobi?’ batin Haru.

Pria tersebut terus menarik tangan Haru, hingga mereka sampai ke sebuah ruangan dengan kolam renang yang sudah kering dan tidak terawat.

Haru terdiam mengamati sekelilingnya. Ia teringat ketika ia dan teman-teman renangnya berlatih disini dulu, yakni Makoto, Rin, dan Nagisa. Haru mengingat semuanya.

“Haru” panggil pria itu.

Haru tersadar dari lamunannya dan menoleh pada pria itu..

Pria itu melepas kostum bagian kepalanya dengan perlahan. Dan alangkah terkejutnya Haru melihat siapa yang memakai kostum itu

“Na-Nagisa? Apa yang kau- tidak kenapa kau membawaku kesini?” tanya Haru.

Nagisa memilih mengabaikan pertanyaan Haru dan mengalihkan topik pembicaraan mereka .

“Haru-chan, apa kau ingat ketika kita pertama kali menjuarai lomba renang relay?” tanya Nagisa.

Haru mengernyitkan dahinya dan sedikit memiringkan kepalanya bingung.

“Saat itu, adalah satu hari sebelum paskah, dan kita menginap bersama di rumah Makoto” lanjut Nagisa.

Haru masih terdiam.

“Kau ingat? Keesokan harinya, Makoto membangunkan kita pagi-pagi sekali untuk mencari telur yang disembunyikan ibunya di sekitar taman rumahnya.” Ucap Nagisa sembari memandang lurus kedepan.

“Hm, lalu kita berlomba-lomba untuk mencari telur-telur itu” lanjut Haru.

“Benar, dan pemenangnya selalu Rin” ucap Nagisa sambil terkekeh.

Keadaan menjadi hening dan tak ada satupun yang berbicara.

“Haru” panggil Nagisa.

Haru menoleh kepada Nagisa.

Nagisa menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya.

“Aku-aku minta maaf” ucap Nagisa dengan suara kecil.

“Apa? Bisa kau ulangi, Nagisa” tanya Haru. Suara Nagisa tadi sangat kecil bahkan Haru yang berdiri 1 meter di depannya tidak dapat mendengar.

Nagisa menggigit bibir bawahnya sedikit.

“Aku minta maaf Haru!” ucap Nagisa sambil menunduk dengan mata berlinang air mata.

“Aku tidak seharusnya menyalahkanmu atas kematian Makoto. Aku sebenarnya tahu bahwa itu sebuah kecelakaan yang tidak bisa dihindari bahkan oleh seorang Makoto. Aku seharusnya mendampingimu ketika kau bersedih setelah mengetahui berita itu. Aku seharusnya menghiburmu agar kau tidak sedih. Aku-“

Nagisa tidak sempat melanjutkan kalimatnya ketika Haru memeluknya tiba-tiba.

“Ha-haru?”

Haru melepaskan pelukannya dan menangkup kedua pipi Nagisa.

“Jangan menangis, aku sudah memaafkanmu dari dulu” ucap Haru sambil tersenyum

Nagisa yang mendengar hal itu langsung menangis keras dan memeluk Haru. Haru membalas pelukannya.

“Maaf. Maaf. Maaf” tidak ada kata lain yang bisa Nagisa ucapkan pada temannya itu.

Mereka berpelukkan sekian lama, hingga akhirnya Nagisa teringat sesuatu dan melepaskan pelukannya. Haru memandang Nagisa dengan tatapan bertanya.

“Haru-chan, tolong ikut aku sebentar” ucap Nagisa sambil menarik tangan Haru.

Haru mengikuti langkah Nagisa. Akhirnya mereka sampai ke sebuah pemakaman. Lebih tepatnya, pemakaman dimana almarhum sang sahabat dikuburkan. Haru mengikuti Nagisa sambil bertanya-tanya dalam hatinya.

‘Kenapa anak ini membawaku membawaku kesini’ batin Haru.

Mereka berjalan menyusuri batu nisan yang berjejer rapi di pemakaman itu. Terlihat ada beberapa keluarga yang sedang berziarah ke makam tersebut. Mereka terus menyusuri jalan pemakaman itu, sampai mereka melihat Rin berdiri di dekat pohon rindang yang berada tepat di depan makam Makoto.

“Rin!” panggil Nagisa.

“Oh kau sudah sampai” balas Rin.

Mereka pun berkumpul dan berdiri di depan makam Makoto. Tak ada satupun yang berbicara hingga..

“Haru” panggil Rin.

Haru menoleh kepada Rin, begitu pula Nagisa yang sedikit penasaran.

“Pasti berat untukmu. Kehilangan seorang sahabat yang telah menemanimu selama bertahun-tahun, aku turut berduka cita” sambung Rin.

“Hmm” Haru hanya membalas dengan gumaman dan terus menatap ke nisan milik Makoto.

“Haru” panggil Rin lagi.

“Ya?” balas Haru.

“Maafkan aku” lanjut Rin.

“Untuk apa?” tanya Haru kebingungan.

“Semuanya, aku telah dibutakan oleh obsesiku untuk menjadi perenang terbaik, dan memenuhi cita-cita almarhum ayahku. Tetapi aku melupakanmu. Aku melupakan seorang sahabat yang telah membantuku untuk meraih mimpiku. Maaf Haru, aku tidak seharusnya bersikap seperti itu kepadamu” ucap Rin Panjang lebar sambil menundukkan kepala, tidak berani menatap Haru.

Haru menatap Rin dengan pandangan tidak bisa diartikan. Sedangkan Nagisa sendiri hanya diam menunggu reaksi Haru. Tak lama kemudian, Haru menghampiri Rin, dan memeluknya.

“Hu-Huh?” kaget Rin.

“Aku memaafkanmu, aku tahu betapa berat tekanan yang kau alami. Jangan salahkan dirimu lagi, Rin” ucap Haru sambil memeluk Rin.

Mendengar itu, Rin semakin terisak dalam pelukan Haru.

“Ma-maafkan aku, aku teman yang sangat buruk” ucap Rin sambil terisak.

Haru semakin mengeratkan pelukannya. Nagisa yang melihat itu jadi cemburu karena merasa ditinggalkan.

“Hey kalian melupakanku” ucap Nagisa kesal sambil menyilangkan tangan di dada.

“Hahaha, sini Nagisa” ucap Haru dan Rin menerima Nagisa ke dalam pelukan mereka.

Epilog

Setelah kejadian itu, mereka semakin dekat. Rin sendiri memutuskan untuk tinggal di Jepang dan mengembangkan bakatnya disana. Nagisa sendiri melanjutkan kuliahnya, sedangkan Haru masih tetap menekuni olahraga renang. Persahabatan mereka yang sempat merenggang, kembali mengerat karena mereka mau membuka diri dan mengintrospeksi diri mereka. Meskipun kehilangan seorang dari mereka, tidak membuat mereka memutuskan hubungan persahabatan, karena satu kenangan yang mengingatkan mereka, paskah. Jika Makoto tidak merayakan paskah bersama keluarga dan teman-temannya, mungkin saja persahabatan Haru dan lainnya tidak akan bertahan. Paskah adalah saat dimana manusia harus bertobat dan bangkit dari kesalahan, serta menjadi manusia yang lebih baik.

 

Selamat Hari Paskah, Tuhan Yesus memberkati.

 

Penulis: Chyanne Louisa Aryadi X IPA 2

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment