Article Detail

KARENA KALIAN ABAI, KITA MENANGGUNG AKIBATNYA

Yth. Suster Thereseta Emi Swastini, CB. Selaku Ketua Yayasan Tarakanita Wilayah Tangerang, Bapak & Ibu Struktural dari Unit, KB/TK, SD, SMP, dan SMA blok Gading Serpong, orang tua FKKSKM, Bapak & Ibu staf karyawan SMA Tarakanita Gading Serpong, serta yang saya kasihi teman-teman, para pelajar Tarakanita blok Gading Serpong.

             Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua. Dahulu, sebelum Revolusi Industri, manusia hidup berdampingan dengan alam. Sampah yang dihasilkan sebagian besar berupa sampah organik, dapat didaur ulang, dan dampaknya tidak terasa sama sekali oleh Bumi. Namun, seiring perkembangan zaman, waktu-waktu seperti ini mendorong kita untuk mencari solusi yang praktis untuk setiap permasalahan kita. Maka, datanglah aliran perubahan yang tak terkendali. Mayoritas sampah bukan lagi organik, melainkan anorganik. Saat ini sudah jarang kita temukan tumpukan sampah yang bisa diolah menjadi pupuk, diurai oleh Bumi kita dan menjadikannya sebuah pemberian dari Ibu Alam kepada kita. Sekarang datanglah arus kekacauan yang mengancam keberlangsungan ekosistem makhluk hidup. Plastik ditemukan di titik paling dalam Bumi di Palung Mariana, mengganggu keberlangsungan hidup hewan laut dalam. Puing-puing dan reruntuhan satelit bertebaran ke segala arah di ruang angkasa. Namun, kita tidak perlu melihat sebegitu jauh. Di sekeliling kita pun lebih banyak sampah. Setiap kali saya pergi ke sekolah, saya melihat sampah berserakan kanan dan kiri, depan dan belakang. Dari sisa sekecil kertas hingga sebesar kantong plastik utuh, sampah bertebaran dimana-mana.

             Menurut sebuah artikel dari Universitas Multimedia Nusantara yang berjudul Indonesia Peringkat Dua Dunia Penyumbang Sampah Plastik, UMN ECO 2024: Akan Ada Karma Buruk, dipublikasikan pada tanggal 17 September 2024, COO Seasoldier Foundation Dinni Septianingrum, ia mengatakan “masalah sampah di laut tak hanya berdampak buruk pada biota, tetapi juga manusia. Bahkan, di dalam penelitian terbaru, mikroplastik dan nano plastik  sudah ditemukan di darah manusia yang tinggal di Indonesia,” Sampah tidak hanya berada di lingkungan hidup kita, tetapi sudah sampai ke dalam diri kita masing-masing. Akhirnya kita bertanya, “Siapa yang harus kita salahkan?” Apakah diri kita sendiri? Apakah orang lain? Bagi kami kaum muda, kami sudah datang dan dilahirkan di dunia yang penuh dengan sampah. Sejak kecil, hidup kita dikelilingi asap-debu. Bagi kami yang dilahirkan dan hidup di perkotaan, mencari satu pohon yang hidup saja sudah sulit. Setiap kali kita melangkah keluar dari rumah, kita disapa oleh rongsokan, bukan lingkungan yang seharusnya mendukung kita.

             Sebab oleh karena ulah manusia, kita generasi muda harus hidup sengsara, tak pernah mengenal apa itu dunia tanpa kegelapan. Jejak kotor mengikuti kami, kemanapun kami pergi. Akhirnya, kebiasaan menghasilkan sampah meresap kedalam budaya kita. Sampah bukan hanya sekadar benda yang kita buang dan lupakan. Sampah adalah cermin dari kebiasaan kita, cermin dari budaya kita. Setiap hari, kita menghasilkan ribuan ton sampah. Plastik-plastik bekas makanan, botol air mineral, kemasan sekali pakai semua itu mengotori jalanan, menyumbat sungai, dan mencemari lautan kita. Apakah kita masih bisa diam saja? Apakah kalian menyesali perbuatan kalian? Kami rasa sudah terlambat untuk sekedar merasa kesal dan marah. Dampaknya sudah nyata, sampah sudah terlalu banyak. Maka oleh karena itu, kami, lintas generasi bangsa, tua dan muda, pria maupun wanita, harus bersatu untuk mengatasi permasalahan sampah ini.

             Tentu, sampah yang sudah ada di laut, akan terus ada di laut. Sampah yang sudah ada di tanah, akan selalu ada di tanah. Entah bentuknya sangat kecil maupun besar, satu hal yang pasti, dampaknya NYATA. Mengatasi permasalahan sampah bukan hanya sekedar membuang sampah pada tempatnya, tetapi berupaya untuk mengurangi jumlah sampah yang kita hasilkan SETIAP HARINYA. Bayangkan dunia masa depan anak cucu kita apabila produksi sampah masih berlanjut. Seperti apa keadaannya? Sekarang saja sudah sulit untuk menemukan sungai yang bersih di negeri ini, apalagi nanti? Mereka akan kesulitan untuk mencari RUMPUT YANG HIJAU.

 KAMI PUNYA MIMPI. Kami bermimpi tentang dunia di mana tanah tidak lagi tertutup oleh jejak kotor peradaban, di mana sungai tidak lagi tersedak oleh sisa-sisa ketamakan manusia, di mana laut tidak lagi menjadi kuburan bagi makhluk yang terperangkap dalam jaring plastik. Kami bermimpi tentang negeri yang tak lagi bernafas dalam udara beracun, tentang kota-kota yang tidak lagi tenggelam dalam lautan limbah. Kami bermimpi tentang generasi yang tak lagi diwarisi beban dari mereka yang abai, tetapi mewarisi bumi yang subur, bersih, dan penuh kehidupan. Kami percaya pada hari di mana tangan-tangan kita tak lagi menciptakan kehancuran, tetapi membangun harapan. Hari di mana kita tak lagi memandang sisa sebagai akhir, tetapi sebagai awal perubahan. Dan kami percaya, hari itu bukan sekadar impian, ia menunggu kita untuk mewujudkannya.

             Suster, bapak ibu, dan teman-teman, Ingat! Dunia dan Negara Indonesia berada dalam belas kasihan tangan kita. Seperti nilai-nilai ke-Tarakanitaan, tak hanya nilai KPKC yang berhubungan dengan Keutuhan Cipta, tetapi juga Cc5+. Dengan nilai Community, mari kita bersama-sama mengurangi dan mengatasi masalah sampah. Compassion menyadarkan kita untuk berbela rasa pada lingkungan dan generasi mendatang. Celebration menegaskan tanggung jawab kita untuk mensyukuri Bumi yang telah Tuhan titipkan kepada manusia semenjak Adam dan Hawa. Competence mengingatkan kita untuk konsisten dalam berupaya untuk mengurangi jumlah sampah. kita harus berada pada garis terdepan. Creativity mendorong akal budi kita untuk menciptakan inovasi yang dapat mengurangi jumlah sampah bukan meningkatkan angka tersebut. Conviction, kita harus meningkatkan daya juang kita untuk bersama-sama memberantas masalah sampah. Kita bukan anti-plastik dan anti-sampah, melainkan kita adalah pro-masa depan bangsa. Masa depan yang cerah, damai, dan berkelangsungan bagi anak-anak kita. Mari, kita mulai membangun masa depan tersebut, dimulai dari berupaya untuk mengurangi sampah, sekecil kecilnya itu. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau tidak saat ini, kapan lagi? Selamat Hari Peduli Sampah Sedunia, Salam Tarakanita! Terimakasih.

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment